KOMPAS.com - Menjadi pengusaha di usia belia sudah menjadi jalan hidup David Yuwono. Lulusan Sekolah Bisnis Prasetya Mulya ini merintis usaha tas denim bernama Dry Bag sejak 2011. Kini omzet usahanya telah mencapai Rp 100 juta per bulan.
Berjiwa pengusaha dan mampu mencium peluang bisnis rasanya cocok menggambarkan sosok David Yuwono. Pria lulusan Prasetiya Mulya Business School tahun 2013 silam ini masih relatif belia, yakni 24 tahun. Namun, pengalamannya berbisnis sudah cukup banyak.
Sejak berusia 19 tahun, David sudah bertekad untuk bisa mencari uang sendiri. Dia pernah menjajal berbisnis makanan, MLM, menjadi agen asuransi hingga agen properti.
Apalagi ketika mengenyam pendidikan di kampus yang sangat dekat dengan pelatihan di bidang bisnis dan manajemen, membuatnya peka dengan teori dan praktik berbisnis.
Di semester III, David merintis usaha membuat tas berbahan denim yang dia namakan Dry Bag. Ide ini terpicu dari bahan denim yang sedang tren kala itu di dunia fesyen. Dia lantas mengaplikasikannya sebagai bahan baku produk tas.
Keunikan produknya terletak dari bahan denim yang dipilih. Jenis dan warna denim untuk produk tas buatannya bisa memudar seiring berjalannya waktu.
"Ini membuat tas terlihat lebih menarik dan keren," ujarnya.
Tak hanya itu, bahan baku tas pun dilapisi kain anti air dan pelapis yang diolesi minyak anti api.
Sebagai pengusaha yang baru merintis usaha tas denim Dry Bag di 2011, David Yuwono cukup sulit mencari pasar. Dia memulai dari lingkungan sekitar, seperti teman-teman di kampus dan adik kelasnya di SMA dulu. Penjualan lewat online pun dia jalani. Banyak kendala yang dia hadapi di awal usaha.
Modal Rp 800.000
Pengalaman menjadi penjual membuat David Yuwono percaya diri menjajakan produk tas denim Dry Bag buatannya. Awalnya dia mulai memasarkan produk pada lingkungan terdekat. Dengan bermodal uang tabungan senilai Rp 800.000, David membuat beberapa tas sebagai contoh, yakni tas ransel yang simpel.
Bahan denim yang kala itu ramai dijadikan celana jins, dia sulap menjadi produk tas. Beberapa teman dekatnya dia minta untuk memakai tasnya. Adik-adik kelasnya terdahulu di SMA Gonzaga pun dia minta untuk menjadi kepanjangan tangan untuk menjual Dry Bag. Tagline 'makin brutal kamu pakai, makin keren' diciptakan untuk mengokohkan merek Dry Bag.
Karena menyasar kalangan anak muda, harga jual yang dia tetapkan harus sesuai dengan pasar, yakni sekitar Rp 150.000 per unit. Dia juga mencoba menjual lewat online.
"Dari situ, respons cukup baik. Awalnya omzet yang didapat waktu itu Rp 800.000 sampai Rp 2 juta dalam sebulan,” imbuh David.
Penjualan dari bulan ke bulan terus mengalami peningkatan. Darisitu, David terus mengembangkan model tas dan kualitas yang lebih bagus. Tetapi pada awal 2012, kualitas tasnya mulai menurun.
Penjahit langganannya yang menjadi pemasok tas tidak bisa menjaga kualitas produk, terutama pada aksesoris seperti resleting, pengait tas atau tali tas. Komplain dari konsumen pun berdatangan.
David lantas memutuskan untuk merekrut satu pegawai dan mengadakan tiga mesin jahit. Workshop sederhana sekaligus kantor dia bangun di rumah orangtua David di Cinere. Modal awal sebesar Rp 20 juta dia pinjam dari uang orangtuanya. David pun membuat target untuk bisa membuat 50 tas setiap minggu.
Banyak hal yang dia pelajari sambil menjalankan usaha ini. Seperti respons negatif dari konsumen yang membeli tas buatannya via online. Waktu itu pengemasan masih menggunakan plastik biasa yang dianggap tidak pantas oleh konsumen.
"Tetapi itu semua pelajaran untuk saya,” bebernya.
Produknya pun sempat tidak laku, padahal persediaan puluhan tas sudah tersedia. Alhasil, David sempat harus menelan kerugian. Alih-alih berputus asa, dia makin fokus memperluas penjualan dan mengembangkan usaha. Tak terbatas dengan bahan dry denim, David juga mulai merambah bahan jins japan dan cordura.
Khusus produk Dry Bag klasik, David memproduksi sendiri. Sementara produk jins japan dan cordura diproduksi oleh para pemasok yang bekerjasama dengannya. Model tas pun terus berkembang. Kini, dia juga membuat tas selempang dan tas ransel berkapasitas besar untuk travelling.
Dengan passion dan kerja keras, usaha Dry Bag yang dia mulai sejak Agustus 2011 ini terus berkembang.
Berbagai macam tas dia produksi seperti ransel camo drybag, tas selempang camo drybag, cover bag, drybag durable, drybag Japan, drybag versi 2, ransel, messenger bag, dan lainnya. Bahan baku denim didapat dari beberapa produsen jins di beberapa lokasi seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, hingga China.
Harga jual tas beragam, mulai dari Rp 194.000 hingga Rp 279.000 per unit. David bisa memproduksi 50 unit tas dalam seminggu di workshop-nya di Jakarta.
Dia menjalankan sistem keagenan atau reseller untuk memasarkan produknya. Saat ini, agen Dry Bag sudah tersebar di Depok, Medan, Yogyakarta, Malang, Cinere, Jakarta dan beberapa kota di Jawa Tengah.
Selain itu, dia membangun toko online tasdrydenim.com dan memasarkan produk di sosial media dan toko online lainnya seperti mataharimall.com dan Kaskus. Kurang lebih 10 unit hingga 20 unit tas per hari dapat terjual.
Penjualan sudah mencapai seluruh Indonesia, sebagian besar di kota-kota di Jawa seperti Bandung, Jakarta, Surabaya, Malang, dan lainnya.
Dia terkadang juga mendapatkan pesanan dari luar negeri seperti Singapura dan Malaysia. Sehingga tak heran kini David mampu meraup omzet hingga Rp 100 juta rupiah per bulan.
David sempat mendaftarkan usaha Dry Bag ini di ajang Wirausaha Muda Mandiri (WMM) di 2013 mewakili finalis Jabodetabek dalam kategori mahasiswa. Bermodal usaha yang telah dia rintis sejak 2011 ini, David berhasil menjadi juara 1 untuk kategori industri kreatif.
Kala itu, dia mendapatkan hadiah sebesar Rp 50 juta dari ajang tersebut. David menggunakan dana tersebut untuk mengembangkan usaha dan memperkuat manajemen usaha. (Jane Aprilyani)